"JIKA HATIMU BERGETAR MARAH MELIHAT KETIDAKADILAN KAULAH KAWANKU"

"JIKA HATIMU BERGETAR MARAH MELIHAT KETIDAKADILAN KAULAH KAWANKU"
Home » » Penjelasan Tentang PSIKOLOGI SKIZOFRENIA

Penjelasan Tentang PSIKOLOGI SKIZOFRENIA

Written By panditaa on Senin, 13 April 2015 | 20.46


Penjelasan Tentang PSIKOLOGI SKIZOFRENIA
Skizofrenia pertama kali diindentifikasikan oleh dokter Prancis, Benecit Morel (1809-1873), dan secara sistematis didefenisikan oleh psikiater Jerman Emeil Kreaplin, (1856-1926). Dementia Praecox, istilah yang digunakan, dianggap sebagai degenerasi otak (dementia) yang dimulai di usia muda (praceox) dan menyebabkan disetegrasi keseluruh kepribadian. Kreaplin percaya bahwa gangguan halusinasi, delusi, dan perilaku ganjil yang terlihat pada orang-orang skizofrenia dapat dilacak pada abnormalitas fisik atau penyakit. 
Psikolog Swiss Eugen Bleuler (1857-1939), menantang pandang Kreaplin bahwa dementia praceox merupakan penyakit otak. Bleuler (1911) mengajukan perubahan dramatis, baik dalam nama maupun pemahaman gangguan tersebut. Menurutnya, nama yang lebih tepat untuk gangguan ini adalah skizofrenia, sebuah istilah yang menggabungkan gagasan sentral pada pemahamannya mengenai gangguan tersebut.
Pecahnya (schiz) atau kurangnya integrasi antara fungsi-fungsi psikologis individu. Tidak seperti Kreaplin, Bleuler berfikir bahwa hal yang mungkin bagi orang dengan skizofrenia untuk sembuh dari gangguan. Disamping itu, Bleuler mengganggap skizofrenia  mewakili sekelompok gangguan. Gagasan tentang skizofrenia dari Bleuler sampai saat ini masih berpengaruh hinga sekarang. Dan Skizofrenia itu sendiri memilki arti yaitu gangguan dengan serangkaian simtom yang meliputi gangguan konteks berfikir, bentuk pemikiran, persepsi, afek, rasa terhadap diri, motivasi, perilaku, dan fungsi interpersonal.
Ciri-ciri fundamental dari gangguan tersebut yang diindentifikasi oleh Bleuler masih menjadi acuan, yaitu Empat A :
1.      Asosiasi : gangguan berfikir, dapat dibuktikan dari adanya ucapan yang melantur dan titik koheren.
2.      Afek : gangguan pengalaman dan ekspresi emosi. Misalnya, tertawa secara tidak tepat dalam situasi sedih.
3.      Ambivalensi : ketidakmampuan untuk atau mengikuti keputusan.
4.      Autisme : kcenderungan untuk mempertahankan gaya eksemtrik dari pemikiran dan perilaku egosentris.

2.2 Gejala-gejala Skizofrenia
a. Gejala Klinis
Gejala-gejala Skizofrenia biasanya diklasifikasikan sebagai gejala-gejala positif, gejala-gejala negatif, dan defisit kognitif (NIMH, 2006). Gejala-gejala Skizofrenia meliputi beberapa area utama, yaitu persepsi, pikiran, dan perhatian: perasaan atau emosi, dan keberfungsian kehidupan.
Secara umum dapat terbagi menjadi :
a.       Gejala positif
Gejala positif ditandai dengan adanya distorsi atau kelebihan dalam fungsi normal, dan biasa disebut “positif” karena mencerminkan sesuatu yang ditambahkan di atas atau lebih dari perilaku normal. Gejala positif yaitu :
Ø  Halusinasi (hallucination) : pengalaman di saat tidak ada stimulus nyata.
Ø  Delusi ( delucition ) : kepercayaan yang salah dan terkadang tidak masuk akal yang bukan bagian dari suatu budaya tertentu.
Ø  Berfikir referensial ( referential thinking ) : memberikan makana pribadi pada kejadian-kejadian acak yang terjadi.
Ø  Katatonia (catatonia) : keadaan tidak bergerak atau tidak merespon.
b.      Gejala negatif
Gejala negatif ditandai dengan sebuah distorsi atau fungsi normal yang berlebihan, gejala negatif skizofrenia mencerminkan kekurangan perilaku dan hilangnya atau turunnya fungsi normal seseorang. Karena gejala positif melibatkan sesuatu yang berlebihan, sedangkan gejala negatif melibatkan ketidak hadiran sesuatu.
c.       Gejala kognitif
Gejala kognitif meliputi kesulitan untuk mempertahankan atensi, hambatan dalam menyimpan informasi dalam ingatan, dan ketidakmampuan untuk memaknai informasi dan membuat keputusan (Kerns, 2007; Kerns & Berebbaum, 2003). Gejala-gejala kognitif ini mungkin tampak kecil dan sering kali hanya dapat di deteksi melalui tes-tes neuropsikologis.
Dalam gejala negatif yang paling umum adalah kedataran afek (affective flattening) : individu tidak terlihat responsif dengan bahasa tubuh yang relatif tanpa gerak dan reaksi wajah dan kontak mata yang minimal, alogia : kehilangan kata-kata atau kekurangan spontanitas atau kepekaan dalam pembicaraan, dan avolisi (avolition) : kurangnya inisiatif dan ketidakmauan untuk bertindak.
2.3 Jenis-jenis skizofrenia
Ada empat jenis utama skizofrenia : disorganized, katatonik, paranoid, dan tidak bergolong. Perilaku yang tampak dari keempat jenis ini beragam, namun mereka memiliki ciri yang sama dalam hal proses pikiran yang terganggu.
a.       Skizofrenia disorganized (disorganized schizophrenia) : jenis skizofrenia di mana individu mengalami delusi dan halusinasi yang memiliki sedikit atau tidak ada makna yang dapat dikenali.
b.      Skizofrenia katatonik (catatonik schizophrenia) : jenis skizofrenia yang ditandai oleh pergerakan motor yang aneh yang terkadang muncul dalam bentuk keadaan tidak bergerak sama sekali menyerupai patung.
c.       Skizofrenia paranoid (paranoid schizophrenia) : jenis skizofrenia yang ditandai dengan delusi referensi, kebesaran, dan penyiksaan.
d.      Skizofreniz yang tidak tergolong (undifferentiated schizophrenia) : jenis skizofrenia yang ditandai oleh prilaku yang tidak teratur, halusinasi, delusi, dan ketidakkoherenan.

2.4  Penyebab Skizofrenia
Ø  Faktor-faktor Biologis
ü  Herditas
ü  Abnormalitas Struktur Otak
ü  Masalah dalam Regulasi Neurotransmiter
Ø  Faktor-faktor Psikologis
ü  Model stres diatesis ( diathesis-stres model) : sebuah model skizofrenia yang mengajukan kombinasi disposisi biogenetik dan stres sebagai penyebab pengganggunya.
Ø  Faktor Sosio-Kultural

2.5  Aspek-aspek Skizofrenia
Di sebagian DSM (2006), sebuah alternatif model dimensi tiga faktor telah diusulkan “karena terbatasnya kegunaan subtipe skizofrenia dalam mencangkup klinisi dan penelitian”(hlm.313). tiga faktor tersebut ialah (1) Psikotik, (2) negatif, (3) disorganisasi.

2.6  Gangguan Psikotik yang lain.
a.       Gangguan psikotik singkat (brief psychotic disorder) adalah suatu gangguan yang dicirikan dengan onset tiba-tiba simtom-simtom psikotik yang berlangsung kurang dari satu bulan. Dan bersifat reaktif, muncul setelah kejadian atau serangkaian kejadian yang menyebabkan stres, dan biasanya orang tersebut kembali ke fungsi normal.
b.      Gangguan schizophreniform (schizophreniform disorder) adalah memiliki gejala-gejala psikotik yang pada dasarnya sama dengan yang ditemukan skizofrenia.
c.       Gangguan skizoafektif ( schizoaffective disorder) adalah diberikan kepada seseorang yang mengalami suatu episode depresi mayor, suatu episode mania, atau episode campuran pada saat yang bersamaan hingga mereka memenuhi kriteria diagnostik bagi skizofrenia.
d.      Gangguan Delusi (delusional disorder) adalah memunculkan simtom psikotik tunggal yang menonjol, suatu sistem yang terorganisasi yang berisi kepercayaan yang salah.
e.       Gangguan Psikotik Terbagi (shared psychotic disorder).

2.7  Treatmen Skizofrenia
A.    Biological Treatment
v  Prefrontal Lobotomy adalah prosedur operasi yang merusak bagian yang menghubungkan lobus frontal dengan bagian bawah pusat otak.
v  Efek Operasi adalah pasien kehilangan kapasitas kognitif dan menjadi tumpul dan lesu, bahkan meninggal.
v  ECT adalah kejut listrik pada bagian otak. Saat ini dianggap tidak efektif, tapi masih diterapkan pada pasien depresi berat.
v  Obat-obatan biasanya menggunakan antipsikotik.
v  Phenothiazine  adalah obat yang menghambat kerja dopamin dan mengurangi gejala-gejala positif. Memiliki efek samping akibatnya mulut kering, pandangan kabur, pening dan sembelit. 
B.     Psychological Treatmen
v  Pendekatan psikodianamik diprakarsai H.S Sullivan yang mengatakan bahwa pasien skiz kembali kebentuk komunikasi kanak-kanak, ego yang rapuh, ketidakmampuan untuk mengatasi stres dari tantangan interpersonal. Yang dilakukan adalah membari kesepakatan pada pasien untuk mempelajari bentuk komunikasi orang dewasa dan memperoleh pemahaman mengenai peran masa lalu bagi mesalah yang di hadapi.
v  Terapi keluarga ialah membantu pasien keluar dari Rumah Sakit Jiwa dan bertahan di rumah.
v  Keluarga di minta untuk mengekspresikan perasaan positif dan negatif secra konstruktif, empati, dan menghadapi ketegangan dan konflik dengan cara kolaboratif.
v  Tujuan terapi keluarga agar menghasilkan kehidupan di rumah yang tenang.
v  Terapi perilaku untuk melatih ketrampilan sosial.

0 komentar :

Posting Komentar